Nikel : Hijaukan Cina, Kayakan Elon Musk, Membunuh Alam Indonesia

Nikel
    Ni atau Nikel adalah sebuah atom ke-28 dalam tabel periodik. Nikel adalah salah satu komposisi dalam penyusunan inti luar dan inti dalam bumi, yang berasal dari ledakan Supernova. Nikel digunakan oleh manusia sejak 3500 SM. Dan diklasifikasikan sebagai unsur kimia pada tahun 1751 oleh Axel Fredrik Cronstedt. Penamaan nikel berawal pada abad ke-15 dimana penambang di Jerman menemukan sebuah bijih berwarna coklat kemerahan yang mereka yakini mengandung tembaga namun mereka tidak dapat mengekstrak tembaga tersebut sehingga menamainya Kupfernickel atau tembaga iblis jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia secara harafiah. Nikel sering digunakan sebagai uang logam dikarenakan nikel memiliki sifat kimia tahan terhadap korosi. Namun karena harga nikel yang semakin hari melambung tinggi menyebabkan nikel sebagai bahan pembuatan koin digantikan dengan logam yang lebih murah harganya. 
    Nikel belakangan diidentifikasikan sebagai energi yang ramah lingkungan, bahkan sering disebut sebagai energi hijau. Karena peranannya yang saat ini menjadi bahan baku baterai mobil listrik. Nikel menjadi sebuah komoditas yang bagus di pasar karena fungsinya untuk kehidupan manusia. Dimana nikel dapat digunakan menjadi alumunium dan baja tahan karat, material ini bahkan digunakan dalam pembangunan rumah dan gedung. Salah satu contoh mahakrya arsitektur umat manusia yang menggunakan nikel adalah gedung Empire States di Kota New York yang menggunakan nikel sebanyak 730 Ton nikel sebagai penopang utama gedung itu. 
Larangan Ekspor Nikel Mentah
    Baru-baru ini nikel menjadi sebuah komoditas yang ramai diperbincangkan, hal ini dikarenakan Presiden Joko Widodo gencar mempromosikan hilirisasi ekspor nikel dari Indonesia. Sebelumnya Presiden Joko Widodo memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor mentah biji nikel dari Indonesia, Instruksi ini dituangkan lewat Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Dan secara resmi Ekspor nikel mentah dihentikan pada 1 Januari 2020. Kebijakan ini lahir akibat cadangan nikel di bumi Indonesia yang semakin menipis dimana pada tahun 2019 diperkirakan hanya tersisa 700 Juta Ton dan diperkirakan akan habis dalam 8 Tahun. Untuk itu Pemerintah menerapkan larangan ekspor bijih nikel mentah ke luar negeri. 
    Larangan ekspor nikel mentah ke luar negeri, merupakan strategi ekonomi pemerintah untuk menambah nilai nikel yang diekspor dengan mengolah nikel mentah menjadi nikel murni. Selain itu pemerintah juga menjalin kerjasama dengan Tesla, perusahaan mobil listrik asal Amerika. Mobil listrik membutuhkan nikel untuk pembuatan baterai, Indonesia yang menjadi negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia menjadi negara dengan potensi untuk mengambil peran sebagai produsen baterai mobil listrik. Hal ini terlihat dari pertemuan antara MENKO MARVES, Luhut Binsar Pandjaitan dengan Pemilik Perusahaan Tesla, Elon Musk. Pertemuan keduanya adalah membahas mengenai nikel.
Mobil Listrik 
    Mobil listrik di masa depan diprediksi akan menggantikan mobil konvensional yang menggunakan minyak sebagai bahan bakar utamanya. Pada tahun 2021 permintaan terhadap mobil listrik sudah mencapai 6,5 juta unit. Dan diprediksi akan meningkat setiap tahunnya, dengan potensi yang besar ini sudah barang tentu pemerintah memiliki ambisi untuk menjadi bagian dari pasar ini. Selain Tesla yang menjadi pemain utama mobil listrik di Dunia, China sebagai gurita ekonomi dunia juga mulai masuk kedalam persaingan pasar mobil listrik. China sudah mulai memiliki beberapa startup mobil listrik yakni Xpeng, Nio dan Li Auto. 
Akibat Bagi Indonesia
    Menyambut hal ini pemerintahpun gencar membangun smelter nikel di dalam negeri, hal ini untuk mencukupi kebutuhan ekspor nikel murni ke luar negeri. Jumlah Smelter nikel di tahun 2022 sudah ada 23 smelter nikel di Indonesia yang sudah beroperasi, dimana 21 diantaranya dimiliki oleh investor asal Cina. Jumlah Smelter nikel yang banyak ini merupakan dampak langsung dari kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah Indonesia. Hilirisasi ekspor sekaligus produksi nikel murni di Indonesia merupakan kebijakan yang baik bagi ekonomi namun buruk bagi lingkungan.
    Dalam sebuah penelitian terhadap tambang nikel PT Wanatiara Persada yang dilakukan di Pulau Obi, Halmahera menunjukan jika akibat dari penambangan nikel yaitu pada saat curah hujan tinggi kondisi perairan pantai di sekitar PT. Wanatiara Persada berubah menjadi kemerahan yang disebabkan akibat meluapnya air dari setling pond sehingga menimbulkan pencemaran logam berat. Pencemaran laut di sekitar Pulau Obi menunjukan jika dampak lingkungan yang ditimbulkan dari eksplorasi nikel cenderung eksploitatif dikarenakan tidak matang dalam hal perencanaan pengolahan limbah.
   Selain dampak lingkungan tambang nikel dan smelter nikel juga secara langsung berdampak terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar area tambang. Dimana masyarakat yang mayoritas nelayan menjadi kehilangan pekerjaannya dikarenakan rusaknya ekosistem laut. Kerusakan ekosistem laut ini menyebabkan banyak ikan tangkapan nelayan yang terpapar nikel. Kandungan nikel di dalam ikan tentunya akan membuat ikan menjadi tidak sehat untuk dimakan dan dapat menyebabkan kanker untuk jangka panjang. Padahal perairan di sekitar Halmahera menjadi wilayah tangkapan ikan Nasional yang mana hasil tangkapannya dibawa ke Jakarta dan bahkan menjadi komoditas ekspor nasional ke luar negeri.
Kesimpulan
    Sejatinya pemanfaatan sumberdaya alam itu seperti racun, dimana jika dosis atau takarannya terlalu banyak maka akan membunuh. Tetapi jika masih diambang batas yang wajar racun itu tidak akan membunuh. Begitupun eksplorasi dan eksploitasi nikel yang seharusnya termonitor dengan baik sehingga tidak akan membunuh kita di masa depan. 

    

Komentar

Postingan Populer