Resensi Film, Wadas Waras
Wadas Waras
: Sebuah Dokumenter Mengenai Desa Wadas
Wadas Waras merupakan sebuah film dokumenter yang dibuat oleh Watchdoc Documentary. Film ini adalah sebuah film yang mendokumentasikan perlawanan warga Desa Wadas melawan tambang andesit di desanya. Film ini dimulai dengan menceritakan keseharian keluarga tani yang pergi ke kebun mereka untuk mengambil hasil bumi yang mereka tanam. Desa Wadas terletak di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Desa ini bisa terbilang desa yang subur, karena berkat hasil buminya masyarakat Desa Wadas dapat hidup sejahera dan jauh dari kata kelaparan. Berikut adalah komoditas Desa Wadas:
Komoditas Desa Wadas
Konflik muncul ketika Warga Desa Wadas mengetahui rencana
pemerintah bahwa didesa mereka akan dijadikan area tambang. Ketenangan warga-pun
menjadi terusik, apalagi para warga tidak ada yang diberitahu oleh Lurah Desa
Wadas. Bahwa Desa mereka akan dijadikan tambang untuk pembangunan Bendungan
Bener di Desa Guntur yang jaraknya 10 Km dari Desa Wadas.
Bendungan Bener diprediksi dapat menjadi sumber irigasi untuk 15,500 hektar area sawah, air baku untuk Kabupaten Purwerojo, Kebumen dan Kulon Progo. Serta pembangkit listrik 6 Megawat. Berdasarkan BBWSOS (Balai Besar Wilayah Sungai Opak Serayu) Bendungan ini akan dibangun dengan tinggi 159 Meter dan panjang 543 Meter sehingga Bendungan ini memerlukan material yang sangat banyak. Material ini berupa batuan Andestie yang diperkirakan akan diambil dari Desa Wadas sebanyak 8.5 juta meter2. Dari 400 ha luas Desa Wadas BBWSOS akan melakukan pembebasan lahan seluas 114 Ha yang meliputi 7 Dusun dengan menggunakan rezim UU Pengadaan Tanah bagi kepentingan umum. Dari 300 warga di 7 Dusun mayoritas warga menolak rencana ini.
Pembebasan Lahan desa Wadas
Berbagai elemen warga Desa Wadas melawan, Para Wanita di
desa Wadas membentuk Wadon Wadas.Warga Desa Wadas yang lain menggabungkan dirinya
menjadi Masyarakat Peduli Alam Wadas atau Gempa Dewa, sementara kalangan Pemuda
bergabung menjadi Kaula Muda atau Kamu Dewa. Kelompok-kelompok perlawanan ini
memiliki tujuan dan tuntutan yang sama yakni menolak penambangan di Desa Wadas.
Semboyan mereka adalah menolak dan melawan!
Mereka juga memiliki 3 tuntutan
utama yang disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo:
- Menuntut
kepada Gubernur Jawa Tengah dan Presiden Joko widodo untuk menerima Segala
tuntutan warga Desa Wadas.
- Menghentikan
segala bentuk perampasan tanah di desa wadas
- Dan
menuntut untuk tidak memfasilitasi aktivitas tambang dan kerusakan alam di
Desa Wadas dengan dalih kepentingan umum.
Selain
perlawanan berupa yel-yel dan demonstrasi, Warga Desa Wadas juga membuat mural
dan spanduk yang berisikan penolakan serta perlawanan terhadap tambang. Menurut
Himawan Kurniadi, anggota Walhi. Ada beberapa kejanggalan penerbitan izin
tambang di Desa Wadas. Yakni pada Draft AMDAL. Dimana AMDAL tersebut menjadikan
satu antara Bendungan dan Tambang. Padahal jarak antara keduanya adalah 10
Kilometer. Keanehan yang sama juga dirasakan oleh Julian Duwi Prasetyo (Kadiv.
Advokasi LBH Yogyakarta). Dimana menurutnya dalam Rezim UU Pengadaan Tanah. Makna
kepentingan umum tidak ada satupun pengadaan tanah untuk kepentingan umum berupa
proyek pertambangan. Dan anehnya di Desa Wadas terjadi Pengadaan Tanah untuk
kepentingan Umum untuk tambang.
Dasar
Hukum Penambangan di Desa Wadas adalah Izin Penetapan Lokasi atau IPL yang
dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo pada tanggal 8 Juni 2018.
Berbekal IPL ini pada tanggal 23 April 2021 Pemerintah melakukan sosialisasi
dan pematokan lahan di Desa Wadas. Namun sosialisasi tersebut ditolak oleh seluruh
elemen masyarakat Wadas yang tergabung ke berbagai organisasi tadi. Namun penolakan
ini justru disambut oleh pemerintah dengan mengirimkan Pasukan kepolisian
dengan pakaian taktis. Sehigga terjadilah peristiwa kekerasan karena terjadi
kontak fisik antara Kepolisian dan Masyarakat.
Kondisi di Desa
Wadas
Perlu diketahui alasan mengapa Warga Wadas menolak pembangunan Bendungan adalah sumber air minum. Hal ini dikarenakan menurut warga Desa Wadas terdapat 27 sumber mata air yang terletak di lokasi penambangan, yang jika ditambang akan hilang. Selain kekhawatiran hilangnya sumber air warga juga khawatir akan terkena bencana longsor, Seperti yang terjadi di tahun 1988. Dimana di Desa Wadas terjadi longsor yang mengakibatkan 8 orang meninggal. Karena Desa Wadas diklasifikasikan sebagai kawasan rawan bencana (KRB). Apabila terjadi kegiatan penambangan di Desa ini maka akan meningkatkan kerentanan bencana.
Kegiatan Pengukuran dan Pemasangan Patok di Desa Wadas.
Untuk membatalkan penambangan, Warga Wadas
juga menempuh upaya jalur hukum. Mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara di-Semarang. Tuntutannya agar IPL yang dikeluarkan oleh Gubernur
Jawa Tengah dibatalkan. Namun pada 5 Juni 2021 Gubernur Jawa Tengah, Ganjar
Pranowo memperpanjang IPL Penambangan di Desa Wadas yang sudah habis. Pakar
Hukum Lingkungan UGM, I Gusti Wardana. Menjadi saksi ahli dalam perkara ini.
Menurut I Gusti Wardana IPL yang dikeluarkan oleh Ganjar bermasalah. Hal ini
dikarenakna didalam rezim UU Pengadaan Tanah, frase kepentingan umum tidak ada satupun
proyek penambangan yang termasuk dalam kepentingan umum.
Usut punya usut ternyata frase kepentingan umum disini pemerintah gunakan bukan untuk penambangan tetapi untuk bendungan yang dibangun di Desa Guntur yang jaraknya 10km dari Desa Wadas. Pemerintah mengintegrasikan proses pembangunan Bendungan Bener dan Tambang di Wadas sebagai hal yang satu. Maka dari itu pemerintah memperoleh legitimasi kepentingan umum dalam melakukan pengadaan tanah di Desa Wadas. Namun menurut I Gusti Wardana hal ini tidaklah masuk akal mengingat lokasi tambang di-Desa Wadas dan Bendungan Bener jaraknya adalah 10 Km sehingga jelas ini menyalahi Undang-Undang. Namun pada 2 September 2021 PTUN Semarang menolak gugatan Warga Wadas yang kemudian Warga Wadas mengajukan Kasasi.
Proyeksi Produksi
Bendungan Bener
Ketika sebuah Kawasan sudah ditambang maka
Kawasan tersebut akan hilang kesuburannya, ini juga yang ditakutkan oleh warga
Wadas. Dimana mereka akan kehilangan penghidupannya dari Kebun dan Hutan. Menyikapi
hal ini pemerintah sebenarnya sadar betul bahwa hal ini akan terjadi dimana
warga Wadas akan kehilangan penghidupannya.
Maka dari itu pemerintah akan membangun bukit Wadas. Yakni area reklamasi bekas penambangan untuk dijadikan tempat wisata. Sehingga warga wadas akan memiliki penghidupan baru dari pariwisata. Namun benarkah hal tersebut? Secara sosio-kultural masyarakat Wadas adalah Petani, sehingga justru yang akan terjadi mereka tidak akan seproduktif dulu, dan malahan bukit Wadas justru menjadi lapangan pekerjaan bagi orang dari luar Desa. Karena pada dasarnya warga Desa Wadas saat ini sudah tercukupi dari alam di desanya, yang mana saat ini terancam.
Rencana Bukit
Wadas
Aaa keren bangeett
BalasHapusEdukatif bangeeettt, ngefans ih
BalasHapusSanga mengedukasiii, ngefans ihh
BalasHapus