KETIKA NEGARA BANGKIT MELAWAN PARA MAFIA TANAH
Bank Tanah
Land
Banking adalah sebuah solusi atas permasalahan macetnya reforma Agraria dan
ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Ketimpangan atas sumber-sumber agraria
yang selalu digaungkan oleh banyak pihak. Sebentar lagi para mafia tanah yang
mencari kekayaan lewat menimbun penguasaan tanah akan hilang. Sebentar lagi
program yang direncanakan oleh para elit bangsa ini akan membawa perubahan.
Tapi
apakah benar jika bank tanah benar-benar akan menghapuskan para mafia tanah
yang selama ini banyak membuat sengsara rakyat? Perlu diketahui bahwa program
bank tanah seperti yang disebutkan dalam UUCK adalah untuk mempercepat reforma agraria
dan redistribusi tanah. Nantinya akan ada 30% tanah yang akan di redistribusi
kepada masyarakat. Penggunaannya pun bermacam-macam mulai dari untuk keperluan
perumahan sampai lapangan sepak bola. Semuanya ditujukan untuk kepentingan bersama
demi mewujudkan keadilan sosial.
Namun
yang menjadi masalah adalah bagaimana nantinya badan Bank Tanah itu akan
bekerja. Maklum hingga Oktober 2020 saja sudah ada sekitar 9000 kasus sengketa yang
berkaitan dengan pertanahan. 9000 kasus ini tak lepas dari tanah-tanah yang
ditelantarkan.
Sebagaimana
yang disebut dalam PP No.11 Tahun 2010 Obyek penertiban tanah terlantar
meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan
atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Artinya
setiap tanah yang tidak dimanfaatkan dapat dikategorikan sebagai tanah
terlantar. Permasalahannya adalah di masa sekarang ini banyak orang yang
menjadikan tanah sebagai investasi. Investasi ini yang membuat tanah menjadi asset
yang mati atau asset tidak bergerak. Apalagi nilai tanah semakin hari semakin
naik nilainya.
Pertambahan
nilai tanah yang besar dan lemahnya penerapan PP No.11 Tahun 2010 membuat
praktek penimbunan tanah menjadi tumbuh subur di negara ini. Seperti yang
dikatakan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil bahwa orang-orang banyak beranggapan jika
BPN adalah lembaga yang memiliki banyak tanah. Namun pada kenyataannya BPN
tidak memiliki tanah sama sekali. Sebuah kementrian yang tugasnya melakukan
penataan ruang dan tanah justru tidak memiliki tanah, sehingga peran BPN selama
ini yang dilihat masyarakat hanyalah terbatas di ranah pengukuran dan
pendaftaran tanah. Sementara itu tugas penataann ruangnya kurang maksimal.
BPN
justru kalah dengan para mafia yang memiliki ratusan hektar bahkan ribuan hektar
tanah. Tanah-tanah yang dikuasai oleh para mafia itu adalah tanah-tanah yang
memiliki hak namun tidak dipergunakan sebagaimana semestinya. Tanah itu
disimpan untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang tinggi. Untuk itu PP
No.11 Tahun 2010 harus ditegakan dan dilaksanakan, tanah-tanah para mafia harus
diberangus habis dan dikembalikan pada fitrahnya yaitu untuk kepentingan Bersama.
Pasalnya tanah bukanlah barang dagangan apalagi komoditas, tanah adalah karunia
tuhan untuk bangsa Indonesia dan bukan untuk diperjualbelikan.
Menurut
penulis ini adalah sebuah perang antara negara melawan para mafia tanah, perang
merebut kembali tanah-tanah rakyat untuk kemudian dibagikan. Pemerintah sudah Menyusun
rencana perang itu lewat Progam Badan Bank Tanah. Nantinya tanah-tanah
terlantar ini yang memiliki Hak akan diambil bilamana sudah tidak dipergunakan
sebagaimana semestinya. Pengambilan tanah terlantar ini adalah sebuah tugas
yang harus dijalankan dan dikawal oleh seluruh rakyat Indonesia.
Jika
tanah-tanah itu berhasil direbut dari para mafia, maka akan di kumpulkan di
dalam lembaga badan Bank Tanah. Nantinya tanah-tanah itu akan dibagikan kepada
masyarakat yang membutuhkan dan peruntukannya untuk kepentingan Bersama seperti
pembangunan jalan atau lapangan sepakbola bahkan sekolah.
BANK TANAH BUKAN MONOPOLI
NEGARA ATAS TANAH
Menghimpun
tanah bukanlah praktek yang salah dan bukanlah monopoli negara atas tanah. Melainkan
menghimpun tanah oleh negara adalah sebuah wujud nyata dari Sila ke-5. Sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menghimpun tanah kemudian
membagikannya kembali kepada masyarakat menggunakannya untuk pembangunan atau
untuk kepentingan Bersama adalah sebuah wujud nyata adanya negara.
Jangan
sampai negara ini harus rugi triliunan hanya untuk pengadaan tanah, pengadaan
tanah dalam pembangunan adalah sebuah proses paling mahal dan melelahkan. Negara
harus mengeluarkan dana yang begitu banyak bukan hanya untuk mengganti rugi
tanah-tanah rakyat namun juga harus mengeluarkan ongkos untuk konflik
pertanahan. Apalagi jika diperparah oleh para Mafia-mafia yang menghasut masyarakat
kecil untuk menolak menjual tanahnya sampai harga yang ditawarkan pemerintah
tinggi.
Pertanyaannya
mau sampai kapan negara ini merugi terus-terusan karena pengadaan tanah yang
sembraut? Bank Tanah justru akan menghentikan monopoli para mafia tanah. Untuk itu
mari sama-sama kita sambut Badan Bank Tanah wahai para rakyat yang haus akan
tanah. Jangan sampai Badan Bank Tanah ini disusupi kepentingan para Investor
apalagi para mafia tanah.
Komentar
Posting Komentar